25 June 2010

9 Cara UKM Melihat Social Media

Siapapun Anda, entah freelancer atau start-up owners, yang pernah menawarkan jasa atau layanan kepada barisan UKM, tentunya akan mengalami hal-hal yang sama. Yang intinya pebisnis UKM secara umum, terutama yang sudah mapan, menunjukan tanda-tanda kurangnya rasa tertarik, kepercayaan, pengertian, atau kepastian, bahwa UKM bisa mengambil keuntungan dengan memanfaatkan internet, atau khususnya social media.

Beberapa survey terakhir, meskipun dengan responden non-Indonesia, juga menunjukkan bahwa layanan seperti Twitter tidak begitu bermanfaat untuk bisnisnya.

Begitu juga dengan artikel terkahir di majalah InfoKomputer, tentang kiprah LewatMana dan Urbanesia, yang menunjukkan suatu persetujuan bahwa adanya tantangan besar untuk menawarkan layanan (web) kepada para UKM.

Dari beberapa pengalaman yang saya dapat di pasar, juga terdapat reaksi yang sama. Setelah dikumpulkan dan disaring, berikut adalah beberapa kesimpulan bagaimana UKM yang masih tradisional melihat peluang pemasaran lewat Internet, terutama dengan memanfaatkan social media.
1. Age Barrier – Simply too old too understand

Bagi pemilik bisnis yang sudah berumur dan sudah tidak lagi masuk dalam kategori pengguna internet, mereka cenderung tidak mengerti dan tidak mau tahu hal-hal baru berbau teknologi.
2. Branding is Not a Strategy

Dalam benak mereka, dan mungkin juga karena faktor pendidikan, branding bukanlah suatu strategi. Dalam dunia perdagangan, mereka selalu menganggap bahwa harga harus bersaing dan setelah itu layanan yang memuaskan. Bahkan beberapa berani menjawab, ketidakpedulian akan opini pelanggan, asal bisnis masih berjalan dan untung.
3. It’s a Waste of Time

Untuk belajar, atau bahkan memantau aktifitas di dunia maya, meskipun masih tentang bisnis mereka, yang dirasakan adalah membuang waktu. Waktu yang dialokasikan masih jauh berguna dengan mengangkat telpon dan menawarkan ke pelanggan-pelanggan yang sudah ada.
4. Higher Learning Curves

Walaupun sang pemilik sudah punya akun Facebook pribadi, bukan berarti sudah mahir dengan seluk-beluk Facebook. Untuk membuat halaman fan page di Facebook saja sudah kewalahan, dan berakhir dengan membuat akun Facebook pribadi untuk bisnisnya dengan setelan “private”. Masih mau lanjut dengan social media marketing? Hmm, I don’t think so!
5. No Instant Results

Sebagai pemilik bisnis, apalagi yang sudah mapan dengan omzet yang stabil, mereka enggan meninggalkan comfort zone mereka. Termasuk dengan metode atau trik marketing baru. Semua serba tradisional, entah lewat telpon, atau lewat koran bila mampu. Mereka menganggap bahwa social media marketing tidak ada hasilnya, atau setidaknya tidak bisa terasa langsung hasilnya.
6. No Audience / Direct Traffic

Beberapa juga berpikir bahwa pengguna internet Indonesia masih sedikit. Anggapan lain yang senada adalah kurangnya adopsi internet secara umum. Kedua alasan tersebut muncul karena kurangnya pengetahuan akan internet dan social media yang benar. Mereka cenderung mengikuti tren dengan membuat profil perusahaan, yang kebanyakan juga ala kadarnya dan tidak dipasarkan secara umum.
7. Lack of Analytic

Kurangnya alat ukur, atau kurangnya pengetahuan tentang cara penggunaan alat ukur, juga menjadi penyebab. Seorang pemilik bisnis tidak bisa merasakan berapa banyak pengunjung yang datang ke toko maya-nya, tanpa alat ukur. Apa itu visitor? Apa itu pageviews?
8. No Online Marketing Know-How

Kurangnya pengetahuan tentang online marketing semakin membangun anggapan bahwa internet marketing itu tidak berguna. Dari situs yang saya buat, tidak banyak pengunjung, padahal sang developer sudah menjanjikan trik SEO handal yang sang pemilik sendiri tidak mngerti itu apa.
9. Lack of Social Proof

Seorang salesman akan lebih kesusahan untuk menjual barang yang belum mempunyai social proof, atau pengakuan secara umum. Bila dilihat secara umum, sangat jarang adanya kisah sukses pebisnis maya, yang diulas secara eksklusif oleh media massa. Tentunya ada pekecualian bagi J*** S***** dan A*** A****. :)
http://www.navinot.com/