01 June 2010

Review: Ratu Kostmopolitan (2010)

Tags



Dalam promosinya, jajaran pemeran Ratu Kostmopolitan mengungkapkan bahwa membuat film ini adalah sebuah pengalaman yang menyenangkan. Hal ini tidak lain disebabkan karena mereka merasa bahwa naskah cerita dari Ratu Kostmopolitan menawarkan sesuatu yang berbeda dari film-film lainnya.

Selain membahas mengenai kehidupan para anak perantauan bertahan di kota besar seperti Jakarta, film ini diceritakan juga dijanjikan untuk menghadirkan nuansa komedi yang dipadupadankan dengan aksi laga, drama dan disempali dengan saratnya pesan-pesan sosial.

Tentu saja, menyenangkan bagi jajaran pemerannya bukan berarti bahwa film ini akan sebegitu menyenangkannya bagi penonton. Diarahkan dan ditulis naskahnya oleh sutradara Ody C Harahap, Ratu Kostmopolitan mengisahkan mengenai tiga orang mahasiswi asal perantauan, yakni Gina (Luna Maya) yang berasal dari Bali, Tari (Tyas Mirasih) yang berasal dari Manado, dan Zizi (Imey Liem) yang berasal dari Jawa Timur.

Ketiganya menjalin persahabatan dan menetap di rumah kost milik seorang janda asal Padang, Laksmi (Yati Surachman). Suatu hari, segerombolan preman suruhan seorang mafia tanah datang meneror perumahan tempat mereka tinggal. Para preman yang diketuai oleh Ridho (Reza Pahlevi) mengintimidasi para penduduk untuk segera menjual tanah mereka dengan harga murah.

Bahkan sampai membakar beberapa area perumahan agar segera dikosongkan. Dibantu oleh Seno (Fathir Mochtar), pria yang menjadi idola ketiga mahasiswi perantauan tersebut, mereka menyusun strategi unik melawan para preman tersebut. Semenjak awal film, sebenarnya penonton sudah dapat menebak ke arah mana film ini akan berjalan. Setelah pengenalan ketiga karakter utama, latar belakang asal mereka masing-masing dan bagaimana kehidupan mereka di Jakarta, penonton kemudian dikenalkan dengan tokoh-tokoh pendukung di dalam jalan cerita yang akan memberikan tambahan kisah romansa sekaligus konflik di dalam film ini.

Mungkin beberapa orang akan beralasan bahwa Ratu Kostmopolitan dibuat murni untuk tujuan komedi, yang akan membuat mereka tidak memiliki masalah berarti dalam mencerna beberapa adegan komikal yang terkesan bodoh yang ditampilkan Ody C Harahap di sepanjang film ini. Beberapa kali memang adegan-adegan tersebut mampu mengundang tawa, atau minimal senyum bagi penontonnya.

Namun, kebanyakan adegan-adegan komikal yang ditampilkan di film ini murni hanya terkesan sebagai adegan yang bodoh dan membosankan. Itu dari sisi komedi. Dari sisi drama, film ini malah akan memaparkan berbagai kelemahan yang terdapat di sepanjang film. Inkonsistensi cerita adalah permasalahan utama film ini. Ini terlihat dari bagaimana sikap para warga terhadap ‘perjuangan’ tiga mahasiswi tersebut dalam mengusir para preman mafia tanah.

Pada awalnya menolak — menganggap bahwa hal tersebut hanya akan memicu perbuatan yang lebih kasar, kemudian mendukung — dengan melempari para preman dengan batu untuk mengusir mereka dan bergembira bersama para mahasiswi setelah para preman pergi, dan kembali memusuhi mereka — setelah mereka menuduh bahwa salah satu mahasiswi menyebabkan kebakaran di kompleks perumahan tersebut. Sejujurnya, semakin lama menyimak Ratu Kostmopolitan, semakin terasa bahwa jalan cerita film ini begitu tidak rasional.

Hal ini kemudian diperparah dengan karakterisasi para karakter yang ada di sepanjang jalan cerita, khususnya karakter beberapa warga yang ditampilkan sedikit menonjol dari yang lainnya. Lihat saja karakter Bapak RT, yang ditampilkan sebagai seorang yang tak memiliki pendirian diri atau karakter Pak Haji, yang justru berteriak paling lantang untuk memaksa agar polisi memasukkan ketiga mahasiswi ke dalam penjara. Kembali, sama sekali tidak rasional, bahkan dalam ukuran sebuah film komedi sekalipun.

Dari departemen akting, sudah terlihat semenjak awal bahwa Luna Maya adalah aktris utama yang paling ‘dijual’ untuk film ini. Selalu tampil di setiap adegan, bahkan kedua karakter temannya hampir terlihat seperti hanya pemanis dengan dialog minim ketika karakter yang diperankan oleh Luna Maya berada di dalam sebuah adegan. Untungnya, Luna mampu membawakan nuansa komedi dan drama yang ada di film ini dengan baik.

Tak ada masalah berarti sebenarnya dari bagian akting. Walau tidak istimewa, namun seluruh pendukung film mampu menampilkan akting yang tidak mengecewakan. Lagi-lagi, demi alasan komedi, naskah cerita Ratu Kostmopolitan sepertinya memaksakan berbagai adegan dan jalan cerita yang tidak rasional untuk hadir.

Murni mengandalkan berbagai adegan komikal (baca: bodoh) untuk memberikan tawa dan hiburan kepada para penonton film ini, membuat Ratu Kostmopolitan tidak memberikan sesuatu yang berarti pada para penontonnya. Toh, beberapa orang masih akan terhibur dengan film ini. Namun, apakah memang peminat film Indonesia sebegitu dangkalnya untuk dapat merasa terhibur dengan film semacam ini?

Sumber : http://amiratthemovies.wordpress.com/