26 November 2017

Era Baru Dalam Pencarian Kerja


Bukan rahasia lagi bahwa setiap hari ribuan orang menghadapi masalah pengangguran dan secara aktif mencari kerja untuk dapat hidup dengan layak dan baik. Proses ini termasuk sangat rumit dan sulit, sehingga membutuhkan banyak energi dan daya tahan dari pelamar kerja.

Apalagi, sekarang ini ada berbagai perusahaan yang tidak jujur atau pemberi kerja dari daftar hitam yang menyediakan lowongan kerja yang tak berkualitas atau bahkan ingin membohongi seorang pencari kerja. Masalah ini telah disampaikan oleh perwakilan perusahaan Jooble, agregator lowongan kerja internasional yang sudah cukup lama beroperasi di Indonesia.

Sebenarnya, agregator lowongan kerja sengaja diciptakan untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut dan mengumpulkan semua lowongan kerja pada satu situs. Alasan yang utama untuk pendirian situs tersebut adalah menghemat waktu yang biasanya dihabiskan oleh pelamar kerja ketika browse di berbagai situs lowongan kerja.

Seringkali, pada situs-situs tersebut terdapat lowongan yang sama, sehingga Anda dapat by chance melamar 2 kali. Nah, di sini muncul pertanyaannya “untuk apa”? Contohnya, 3 tahun yang lalu beberapa situs lowongan kerja Indonesia terkena spam iklan lowongan dengan posisi “Pembuat pena”. Loker tersebut ditayangkan di puluhan situs sekaligus dengan adanya 6-10 loker yang sama pada satu situs. Masalah ini terjadi karena tidak adanya moderasi yang sesuai.

Jooble

Tujuan utama Jooble adalah agar supaya Anda dapat menemukan pekerjaan dengan cepat, mudah dan aman. Supaya para pengguna Jooble tidak pernah merasa dibohongi, tim Jooble mendirikan beberapa departemen moderasi khusus yang secara berurutan mengecek setiap lowongan kerja yang masukke Jooble dari situs-situs lain.

Pada prinsipnya, Jooble sangat mirip dengan sistem kerja Google tetapi bergerak khususnya di bidang lowongan kerja. Sangat mudah kok, tinggal memasukkan jenis posisi dan lokasi, dan Anda akan segera mengakses daftar lowongan terbaru dari seluruh Indonesia pada 1 halaman.

Realitasnya adalah bahwa saat ini tingkat penipuan terus membesar dan kita sangat susah percaya pada semuanya yang terjadi di sekitar kita, apalagi dalam proses pencarian kerja. Maka, jika Anda tidak yakin dalam kualitas lowongan yang ditemukan pada suatu situs lowongan kerja, coba cek loker tersebut pada salah satu agregator lowongan kerja.

Usahalah lakukan pekerjaan Anda dengan semakin baik dan profesional, sehingga di masa depan Anda dapat di-hunting oleh perusahaan top. Kembangkan diri setiap hari dan Anda akan meraih kesuksesan yang diimpikan Anda!

Tunggu apalagi, coba Jooble sekarang juga!

Kunjungi situs Jobble Indonesia di https://id.jooble.org/

04 March 2017

Suasana Gudang Videotron Yogyakarta




Suasana Gudang Videotron di Yogyakarta

14 February 2017

Pesona Taman Payung Pantai Jetis, Grabag, Purworejo


Pertama kali saya datang ke pantai Patutrejo tahun 2009, yang ada hanya hamparan pasir gersang. Pertambangan pasir entah untuk urukan atau bahan bangunan, marak dilakukan warga setempat. Jauh sekali dari kesan objek wisata.

Wajar memang kondisi pantai kala itu tidak terawat. Apalagi kawasan itu adalah bekas tambang pasir besi PT Aneka Tambang (Antam) yang mengakhiri masa baktinya tahun 2007 silam. Lalu Antam melakukan reklamasi sesuai kesepakatan dengan masyarakat. Untungnya, masyarakat ketika itu meminta kawasan pantai dihijaukan dengan ditanami cemara udang dan kelapa. Lubang-lubang bekas tambang diratakan.

Tahun-tahun awal pascareklamasi, belum tampak hasilnya karena banyak tanaman yang mati dan marak pertambangan pasir tradisional. Ketika tanaman mulai rindang dua tahun terakhir, mulai ada serbuan tambak udang. Tawaran keuntungan yang menggiurkan tampaknya tidak serta merta membuat seluruh warga tertarik, lantas mengubah pesisir jadi tambak. Masyarakat yang ketika itu juga mulai berpikir bahwa Pantai Jetis bisa dikembangkan untuk pariwisata.

Pelan-pelan kawasan itu dibangun, beberapa gazebo didirikan. Pengunjung datang 'cethal-cethil'. Setelah itu, barulah perubahan 'ekstrim' dilakukan masyarakat dan pemerintah desa sekitar setengah tahun terakhir. Mereka memikirkan konsep unik untuk mempercantik Pantai Jetis.

Dipakailah ide 'Taman Payung Pantai Jetis'. Mereka mulai memasang ratusan patung di dahan cemara. Membuat beberapa spot untuk bersantai di bawah rimbunnya hutan cemara, arena bermain anak, tempat selfie, gubuk istirahat di tepi pantai hingga gardu pandang setinggi kurang lebih enam meter.

Fasilitas pendukung juga dibangun. Musala, kamar mandi, tempat sampah, parkir dan akses jalan yang halus akan memudahkan wisatawan saat menikmati keindahan Pantai Jetis. Warung aneka makanan juga mulai menjamur di pantai itu.perubahan 'ekstrim' dilakukan masyarakat dan pemerintah desa sekitar setengah tahun terakhir. Mereka memikirkan konsep unik untuk mempercantik Pantai Jetis.

Adanya fasilitas itu memberi gambaran kepada wisatawan aktivitas apa saja yang bisa dilakukan di Pantai Jetis. Petualangan di pantai, hutan cemara, selfie di atas panggung dengan latar belakang lambang cinta, santai di gubuk tepi pantai sampil menikmati semilir angin laut. Paling jos ya memanjat gardu pandang dengan pemandangan perbukitan Menoreh, tambak udang, hamparan hutan cemara dan horizon Samudera Indonesia.

Pantai Jetis buka setiap hari dan berkunjung ke sini juga masih gratis. Wisatawan hanya dikenakan biaya parkir dan sumbangan sukarela biaya perawatan ketika akan memanfaatkan fasilitas wisata seperti gardu pandang, panggung selfie dan arena bermain anak. Pantai unik itu mampu menyedot ribuan pengunjung dalam seminggu.

Untuk menuju Pantai Jetis juga amat sangat gampang. Pantai itu berjarak kurang lebih satu kilometer di selatan Jalan Lintas Selatan Jawa atau Jalan Daendels. Artinya pantai itu mudah diakses baik dari arah Yogyakarta maupun Kebumen. Sementara dari arah Purworejo, tinggal melaju sampai Kutoarjo, lantas ke arah Ketawangrejo, mentok Jalan Daendels dan kalau bablas terus, sampai juga ke Pantai Jetis.

Itu kalau pakai kendaraan pribadi, nah jika naik kendaraan umum, maka naik angkutan dan turun di Kutoarjo. Lantas gantian naik mikro jalur Kutoarjo - Ketawangrejo. Kalau sudah sampai Patutrejo, mungkin akan ada ojek atau jalan kaki aja udah cukup dekat.

Namun sajian indah Pantai Jetis jangan sampai kalian kotori dengan aksi vandalisme dan buang sampah sembarangan. Tempat wisata dimanapun bakal jelek dan pamornya meredup apabila pengunjungnya masih memiliki dua kebiasaan buruk itu. Tetap jaga kebersihan Pantai Jetis.





08 February 2017

Serigala Kesepian (Bagian 5)

Oleh : Iska Budiarto, Pecinta Alam


Pulang ke Kampung Halaman

Sekian lama serigala mengembara jauh ke tempat yang tak dikenal. Rasa letihpun mulai menyelimuti. Terlihat dari raut muka yang lesu, muram karena jauh dari kampung halaman. Pun tak ada lolongan yang melengking.

Setelah menginap di tempat Pak Lik yang tak lebih dari tiga hari. Karena memang itu anjuran bagi seoarang tamu agar tidak menginap terlalu lama. Hal ini akan merepotkan bagi shohibul bait (tuan rumah). Bisa dibayangkan jika seorang tamu menginap lebih dari tiga hari dan shohibul bait harus memperlakukan tamu bagaikan seorang raja. Kan bisa blaik.

Persiapan perjalanan panjang yang akan aku lalui sudah aku persiapkan sejak awal. Seperti aktivitas yang sudah-sudah ketika akan melakukan perjalanan panjang bahkan solo turing sekalipun. Kali ini perjalanan yang akan aku tempuh sekitar 300 kilometer.

Aku lebih suka melakukan perjalanan saat pagi hari sekitar pukul 07:00. Perjalanan pada pagi hari lebih nyaman jika dibandingkan siang hari karena mentari belum bersinar terik. Perjalanan pada sore hari akan menyebabkan terbatasnya jarak pandang, hal ini akan memengaruhi keselamatan saat berkendara terlebih saat melakukan solo touring atau perjalanan tunggal.

Setelah berpamitan, segera aku tinggalkan Desa Satriyan, desa tempat Pak Lik bermukim. Memasuki jalan raya, hal pertama yang aku cari adalah pom bengsin, tangki selalu kuisi dengan pertamax (bengsin dengan RON92). Bensin jenis ini akan membuat pembakaran lebih sempurna mengingat kompresi mesin sudah meningkat.

Selanjutnya etape yang harus aku lalui adalah Blitar - Kediri. Petunjuk arah demi petunjuk arah aku ikuti. Sengaja tidak menggunakan GPS/gugel mep/gugel strit viyu. Karena tidak menggunakan bantuan GPS, hal yang sering terjadi adalah tersesat.

Penunjuk arah yang tidak selalu ada pada tiap persimpangan atau bahkan tertutup dahan pohon yang belum dipotong oleh pekerja DPU, ditambah dengan jalanan yang belum dihapal mengakibatkan tersesat hal ini yang sering aku alami saat perjalanan pulang kali ini. Namun ini justru hal yang sangat menyenangkan.

Fokus pada plang arah Kediri, akhirnya aku sampai juga di kota Canda Bhirawa: Kediri. Kota dengan luas 963,21 kilometer persegi. Kota yang memiliki banyak pondok pesantren, Ponpes Lirboyo adalah salah satunya.

Kota yang memiki berbagai catatan sejarah. Wilayah ini penah menjadi bagian dari berbagai kerajaan penting Pulau Jawa, mulai dari Kerajaan Medang, Kerajaan Kadiri atau Panjulu. Pemerintahan Raja Jayabaya adalah puncak kejayaan Kediri, pengaruhnya hingga Ternate.

Melintasi wilayah Kediri mengingatkan pada tanggal 13 Februari 2014. Pada hari itu terjadi letusan Gunung Kelud tepatnya pukul 22:50 yang erupsinya sampai kota Purworejo dan suara letusan konon terdengar sampai Solo dan Yogya yang berjarak 200 km dari Kediri. Dampak dari letusan ini sempat melumpuhkan Jawa, tujuh bandara ditutup, kerugian materi pun hingga milyaran rupiah.

Gunung yang menjadi sengketa antara Kediri dan Blitar ini juga menyimpan legenda yang menjadi kepercayaan sebagian masyarakat. Berdasarkan legenda yang dipercaya masyarakat setempat, Gunung Kelud terbentuk akibat penghianatan seorang putri yang bernama Dewi Kalisuci, putri Jenggolo Manik, pada dua orang raja yakni Lembu Sura dan Mahesa Sura.

Karena kecantikannya Lembu Sura dan Mahesa Sura bersaing untuk melamar Dewi Kalisuci. Namun Dewi Kalisuci enggan menerima keduanya karena mereka bukanlah manusia pada umumnya. Lembu Sura berkepala sapi dan Mahesa Sura berkepala kerbau.

Hingga akhirnya Dewi Kalisuci membuat sayembara yang sangat sulit untuk mereka berdua. Dewi Kalisuci menginginkan dua buah sumur di puncak gunung Kelud yang satu berbau wangi dan yang satu berbau amis. Dan pembuatan sumur ini harus dilaksanakan dalam satu malam.

Lembu Sura dan Mahesa Sura pun menyanggupinya. Dengan kesaktiannya sumur tersebut akhirnya dapat selesai dalam waktu yang telah ditentukan. Keberhasilan mereka ini tidak disukai oleh Dewi Kalisuci. Akhirnya Dewi Kalisuci membuat syarat tambahan dan merekapun menyanggupinya lagi. Mereka berdua harus masuk kedalam sumur tersebut untuk membuktikan bahwa sumur tersebut bernar-benar bebau amis dan wangi.

Dengan masuknya dua orang raja kedalam sumur tersebut, Dewi Kalisuci mempunyai niat yang tidak baik. Dewi Kalisuci memerintahkan pasukan Jenggala untuk segera menimbun sumur tersebut dengan bebatuan. Lembu Sura dan Mahesa Sura yang masuk kedalam sumur akhirnya tewas.

Namun sebelum Lembu Sura tewas ia sempat bersumpah disertai kutukan: ”Baiklah!! Besok orang-orang Kediri akan mendapat balasan yang setimpal dariku. Kediri akan menjadi sungai, Tulungagung akan menjadi danau, Blitar akan menjadi daratan”.

Berdasarkan legenda Lembu Sura maka masyarakat di lereng gunung Kelud secara rutin mengadakan tolak bala berupa larung sesaji pada tanggal 23 bulan Sura.

Lama menikmati perjalanan di Kota Kediri yang didominasi oleh jalanan lurus dan lebar, tugu perbatasan dengan kota selanjutnyapun terlewati. Nganjuk - Mejayan - Ngawi hingga Sragen tak terasa sudah terlewati.

Memang kalau motor sesuai dengan apa yang kata hati inginkan perjalanan sejauh apapun menjadi terasa dekat, perjalanan selama apapun menjadi terasa lebih cepat. Begitu pula dengan gendakan yang tidak begitu cantik kalau sesuai dengan kata hati dan dapat menjadi tambatan hati akan terlihat ayu (cantik) mempesona, bukan karena parasnya melainkan kesalihan yang dipancarkannya.

Memasuki kota Surakarta hati terasa tenang, perjalanan sebentar lagi akan usai. Motor terus kupacu walau badan sudah mulai kehabisan energi tapi tidak dengan motor yang sudah di bore up dengan seher CB150. Power mesin masih terasa padat dan terus mengisi walau panas mesin terasa menyengat di betis.

Akhirnya badan yang letih memaksaku harus berhenti untuk memulihkan tenaga ketika sampai di Klaten, tepatnya daerah Prambanan. Istirahat disembarang tempat sudah menjadi kebiasaanku sebagai elit mapala (mahasiswa paling lama).

Sampai di kota ini aku kembali mengalami d’Javu setelah menyaksikan kemegahan candi Prambanan. Candi yang dibuat karna suatu syarat. Syarat yang diberikan oleh seorang wanita kepada seorang pria yang ingin mepersunting menjadi istrinya.

Lagi-lagi karena cinta pada kecantikan seorang wanita. Seorang pria rela melakukan apa saja walaupun syarat yang diajukan seorang wanita sangat berat dan tak masuk akal. Dan tentunya hal ini akan meninggalkan petaka.

Kala itu Bandung Bondowoso yang terus-menerus mengejar - ngejar dan mbribiki Roro Jonggrang tak mengenal lelah dan membuat Roro Jonggrang yang tidak mau menerima Bandung Bondowoso mengajukan syarat jika ingin memilikinya. Roro Jonggrang menginginkan seribu candi yang dibuat dalam satu malam. Namun Bandung Bondowosopun menyanggupinya.

Dengan kesaktian yang dimiliki Bandung Bowoso dan bantuan bala tentaranya dari golongan makhluk gaib belum genap satu malam saja ia sudah dapat menyelesaika beberapa ratus candi. Melihat hal ini Roro Jonggrang tak bergeming dan berniat menggagalkan usaha Bandung Bondowoso.

Roro Jonggrang yang tidak mau dipersunting Bandung Bondowoso membangunkan para dayang dan petani untuk memukul lesung dengan tujuan agar ayam jantan berkokok dan ternyata ayam jantanpun berkokok.

Mendengar suara ayam jantan yang berkokok para bala tentara dari golongan makhluk gaib segera membubarkan diri. Mereka mengira hari sudah siang, dan akhirnya seribu candi yang diinginkan Roro Jonggrang gagal dibuat.

Mengetahui hal ini, Bandung Bondowoso yang merasa dikhianati kemudian mengutuk Roro Jonggrang menjadi patung untuk menggenapi 999 candi yang sudah berhasil dibuat Bandung Bondowoso.

Ada benarnya jika Roro Jonggrang menolak Bandung Bondowoso, karana ditangannyalah Prabu Boko ayah Roro Jonggrang tewas. Bagaimana mungkin Roro Jonggrang menikah dengan orang yang telah membunuh ayahnya itu.

Namun tidak dibenarkan juga kecurangan yang dibuat Roro jonggrang terhadap Bandung Bondowoso. Kecurangan bukanlah sifat ksatria.

Melihat dari dua legenda diatas sudah seharusnya jika dalam berkomitmen tak ada satu pun syarat yang diajukan oleh salah satu pihak. Syarat yang diajukan hanya akan memberatkan salah satu pihak. Komitmen adalah keputusan bersama dan dijalankan secara bersama oleh kedua pihak tanpa ada paksaan/intervensi dari pihak manapun.

Paksaan, intervensi dan penghianatan hanya akan menimbulkan luka dan petaka. Entah kenapa wanita selalu menimbulkan petaka. Atau para pria yang tidak bisa menahan nafsunya. Ini salah siapa. Ini dosa siapa. Mungkin salah keduanya. Benar adanya jika ada istilah no women no cry. Istilah yang dipopulerkan oleh Bob Marley itu.

Wanita yang tidak tepat akan selalu menimbulkan petaka bagi para pria. Apalagi jika pria melihat wanita hanya dari kecantikan paras semata. Keindahan fana yang hanya sementara. Dan seharusnya wanita dinilai bukan karena parasnya, melainkan dinilai karena kesalihan yang ada pada hatinya. Hal yang sangat sulit untuk dapat mengetahuinya.

Saat hari mulai sore akupun terbangun dan kembali melanjutkan perjalanan. Saat ini kota Yogya - Purworejo menjadi etape berikutnya.

Setelah sampai Yogya hatipun terasa damai. Kurasakan seperti berada di rumah sendiri. Orang - orang yang ramah bagaikan saudara sendiri. Jalanan yang sebagian aku hapal tidak membuatku pusing menentukan jalan mana yang harus aku lewati.

Berhasil menaklukkan jalanan yang buas selama 12 jam kubereskan motor dan bawaan. Membersihkan diri agar menjadi nyaman. Mengisi perut dengan makanan bergizi agar mengembalikan stamina yang terkuras. Hibernasi segera dimulai sampai batas yang tidak tentukan. (*)

Ikuti serial Serigala Kesepian yang lainnya:

Serigala Kesepian (Bagian 1)
Serigala Kesepian (Bagian 2)
Serigala Kesepian (Bagian 3)
Serigala Kesepian (Bagian 4)


*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab jenthikmanis.blogspot.com

***

Tulisan anda ingin dimuat di kolom OPINI ini? Silahkan hubungi kami.
Kami tunggu tulisan menarik anda.

04 February 2017

Serigala Kesepian (Bagian 4)

Oleh : Iska Budiarto, Pecinta Alam


Perjalanan Solo Touring Pacitan - Blitar Via Trenggalek - Tulung Agung

Singgah dalam hutan yang penuh dengan domba dan kelinci adalah hal yang membahagiakan bagi serigala kesepian. Tanpa kelaparan, tanpa kehausan. Sesaat tanpa kekhawatiran dan kegundahan.

Singgah dan menginap beberapa hari di rumah mbak (kakak perempuan), selalu disuguhkan dengan masakan berbagai jenis ikan laut. Hal ini aku anggap sebagai perbaikan gizi untuk nanti melanjutkan solo touring berikutnya.

Memang rumah mbak yang dekat dengan glandang, tidak sulit untuk mencari ikan dengan harga murah, terkadang ada nelayan yang sungkan untuk dibayar ikannya. Bahkan berbagai jenis ikan hampir ada disini, tentu sesuai dengan musimnya.

Setelah beberapa hari singgah dan menginap akupun berpamitan akan melanjutkan solo touring ke kota Blitar, kota asal Presiden pertama Indonesia. Persiapan sudah clear (dipersiapkan) sehari sebelumnya, tak lupa kondisi motor juga sudah siap sempurna.

Dengan mengucap bismillah, berangkat meninggalkan desa Ketawang, tempat mbak bermukim. Pagi hari sekitar pukul tujuh, memasuki jalan lintas selatan. Motor kupacu santai dengan kecepatan 60 km/jam, sembari menikmati pemandangan terakhir di desa Ketawang yamg dikelilingi oleh perbukitan kars itu.

Melihat bar indikator bengsin yang bekedip menandakan bengsin sudah mau habis, aku langsung menuju SPBU Ngadirejo atau tepatnya SPBU 54.635.04. Tidak lama mengantri di pom bengsin karena memang keadaan yang sepi. Setelah isi bengsin full tank dengan jenis RON92 (pertamax) langsung menuju kota Trenggalek.

Memasuki Kabupaten Trenggalek yang sebelumnya tidak pernah melewatinya, aku merasakan atmosfer yang tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Pacitan. Perbukitan kars menghias dengan begitu indahnya. Jalanan yang mulus dengan tanjakan dan turunan serta tikungan menjadikan hiburan yang membuat riding (berkendara) tak terasa jemu. Hingga akhirnya harus memasuki perbatasan Ternggalek - Tulung Agung.

Jalanan Tulung Agung yang lebar, mulus, lurus dan sepi membuat riding menjadi lancar jaya. Terlihat speedometer menunjukkan angka 90 km/jam, terkadang tak terasa kecepatan mencapai 110 km/jam. Tak banyak tikungan dan tanjakan serta turunan yang membuat riding terasa bosan, riding pada top speed (kecepatan tinggi) pun menjadi terasa pelan. Riding pada kondisi seperti ini konsentrasi dan kewaspadaan harus siap siaga, jangan terlena, sesuatu apapun bisa saja terjadi.

Walaupun perjalanan di Tulung Agung hanya kurang lebih sekitar 2 jam perjalanan tetapi terasa sangat lama. Hingga akhirnya memasuki Kabupaten Blitar.

Saat memasuki Kota Patria (Kota Proklamator), kota yang statusnya stabagai gemeente (kotapraja) pada 1 April 1906 berdasarakan peraturan Staatsblad van Nederlandsche Indie No. 150/1906, kota yang terletak 167 km barat daya Surabaya, atau kota yang juga disebut sebagai kota PETA (Pembela Tanah Air) dibawah pimpinan Soeprijadi. Kota yang mempunyai banyak sebutan lainnya sangat terasa aura perjuangannya.

Perjuangan mengusir bangsa Tartar, bangsa dari Mongolia. Sehingga Nilasuwarno, Adipati Aryo Blitar I menamai tanah yang berhasil ia bebaskan dengan nama Balitar yang berarti kembali pulangnya bangsa Tartar.

Konflik demi konflik antara Aryo Blitar I dengan Ki Sengguruh Kinareja yang tak lain adalah patihnya sendiri. Konflik ini terjadi karena Sengguruh ingin mempersunting Dewi Rayung Wulan, istri Aryo Blitar I.

Singkat cerita, Aryo Blitar I lengser dan Sengguruh meraih tahta dengan gelar Adipati Aryo Blitar II. Akan tetapi, pemberontakan kembali terjadi. Perjuangan kembali terjadi. Aryo Blitar II dipaksa turun oleh Joko Kandung, putra dari Aryo Blitar I. Kepemimpinan Joko Kandung dihentikan oleh kedatangan bangsa Belanda. Sebenarnya, rakyat Blitar yang multietnis saat itu telah melakukan perlawanan, tetapi dapat diredam oleh Belanda.



Kota yang secara geografis terletak di sebelah selatan Provinsi Jawa Timur, berada di kaki Gunung Kelud dengan ketinggian 156 meter dari permukaan laut, dan bersuhu udara rata-rata cukup sejuk antara 24°–34° Celsius. Namun pada saat itu kebetulan matahari bersinar sangat terik panas dan gerah memaksaku untuk berhenti di warung soto Lamongan yang berada di trotoar dalam kota untuk mengisi perut yang sudah keroncongan, sebab siang hari enaknya keroncong bukan koplo.

Setelah tenaga pulih sehabis diisi dengan makan soto yang memiliki kalori ±700kal, aku melanjutkan perjalanan menuju Kecamatan Kanigoro. Motor melaju dengan kecepatan rendah karena belum hafal dengan jalanan kota ini walau sebelumnya pernah ke Blitar dengan gerombolan satu mobil. Sangat sulit menemukan plang penunjuk arah di kota ini. Memaksaku harus bertanya beberapa kali pada warga sekitar saat di jalan raya.

Lama mencari hingga tersesat dan bertanya kesana sini akhirnya sampai juga di bundaran/ perempatan Kanigoro. Tempat yang paling saya hafal, sebagai patokan mencari suatu alamat.

Dengan perasaan lega akhirnya aku hampir sampai di desa Satriyan. Desa dimana Pak Lik (Om) bemukim. Dengan keadaan letih karena perjalan yang memakan waktu sekitar tujuh jam perjalanan, motor kulajukan pelan hanya 40 km/jam saja.

Dengan mengucap alhamdulillah dan memanjatkan puji syukur telah diberi keselamatan selama perjalanan akhirnya sampai juga di rumah Pak Lik. (*)

Ikuti serial Serigala Kesepian yang lainnya:

Serigala Kesepian (Bagian 1)
Serigala Kesepian (Bagian 2)
Serigala Kesepian (Bagian 3)
Serigala Kesepian (Bagian 4)


*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab jenthikmanis.blogspot.com

***

Tulisan anda ingin dimuat di kolom OPINI ini? Silahkan hubungi kami.
Kami tunggu tulisan menarik anda.

31 January 2017

Serigala Kesepian (Bagian 3)

Oleh : Iska Budiarto, Pecinta Alam



Perjalanan Solo Touring Menuju Pacitan

Pagi itu aku berjalan agak pelan, menunduk agak malu-malu dan lesu, terlihat di raut wajah serigala kesepian seperti dihinggapi rasa pilu. Udara masih dingin menusuk sampai tulang. Sang mentaripun belum menampakkan sinarnya. Benar-benar situasi pagi hari yang masih sunyi. Sunyi sekali.

Begitulah keadaan waktu aku meninggalkan rumah melewati jalan perkampungan yang diaspal hanya dengan aspal kualitas buruk atau jalan dengan lapisan aspalnya hanya tiga milimeter saja.

Saat itu aku memacu motor dengan kecepatan rendah sekitar 30-49 km/jam. Karena tak pantas jika di jalan perkampungan mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi. Apalagi aku seorang anggota mapala yang juga menyandang predikat sebagai seorang biker.

Namun setelah memasuki JJLS atau Jaringan Jalan Lintas Selatan (Daendels) aku menuju kearah timur. Aku memacu kuda besi bak rindik asu digitik (sangat cepat). Kupuntir (putar) throtel gas dengan santai dan dalam-dalam. Oper gigi satu-persatu tak terasa angka di speedometer sudah menunjukkan angka 98 km/jam. Sesaat kemudian aku mengoper gigi lagi dan lama-lama kecepatan hingga 112 km/jam. Miris serta ngeris. Udara pagi hari yang dingin itu terasa menusuk sampai ke tulang rusuk.

Baru berjalan sekitar lima kilometer dari JJLS, dari kejauhan nampak keramaian. Adalah pasar ikan di pinggir jalan kali Congot. Setiap pagi pasar ini memang sangat ramai sekali. Segera aku melepaskan throtle gas dan kuinjak rem sedikit.

Terasa engine break yang menderum dengan getaran mesin yang tidak begitu kasar, karena kondisi motor masih prima. Setelah kecepatan motor turun hingga 50 km/jam, segera down shift gigi 3 dan throtel kembali aku puntir pelan, berjalan dengan santai karena setelah jembatan ada tikungan sedikit tajam.

Sesampainya di kawasan Glagah, tepatnya di SPBU 4455608 aku mengisi tanki motor dengan bengsin RON92 atau pertamax. Sengaja aku memilih jalur selatan karena jalur ini masih sepi dan tidak ada kendaraan besar, lagipula jalur selatan saat ini kondisinya sudah cukup bagus dan mulus.

Saat sampai di daerah Mbantul (Bantul) aku memilih menuju ke arah Parangtritis. Setelah melewati Parangtritis jalanan mulai sedikit menanjak dan juga bekelok, aku harus menghadapi perbukitan kars yang naik turun itu. Dibutuhkan konsentrasi tinggi agar motor tetap di jalur yang semestinya. Kalau motor tidak pada jalur yang semestinya, bisa blaik nantinya.

Cukup mudah bagi seorang serigala yang kesepian untuk mengendalikan Byson dari atas punggungnya. Walaupun mesin motor sudah mengalami bore up pakai seher CB150R dan penggantian dengan karbu PE28 menjadikan motor ini tidak liar dijalanan namun tetap bertenaga.



Bukit demi bukit aku naiki. Tikungan demi tikungan aku lalui dengan santai. Pemandangan sekitar perjalanan aku nikmati. Jalanan yang halus dan mulus membuat riding (berkendara) begitu nyaman.

Tak terasa perjalananku sudah cukup jauh. Ditandai dengan jalanan yang sudah kembali rusak berarti wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sudah terlewati. Entah di daerah mana aku saat itu, mungkin sudah memasuki wilayah Wonogiri, Jawa Tengah.

Perjalanan di perbukitan kars dengan jalanan yang rusak membuat badan terasa pegal. Tangan keju (capek) dan kesemutan, boyok bengkeken (punggung pegal). Sesaat aku menghentikan laju motor di halaman masjid. Sebentar aku merebahkan tubuh di emperan masjid sambil menunggu waktu salat dzuhur.

Seusai salat aku melanjutkan perjalanan, masih dengan kondisi jalanan yang rusak. Setelah sabar menghadapi jalanan yang rusak terlihat didepan jalanan yang begitu mulus dan lebar. Pertanda sudah memasuki daerah Pacitan, bak serigala kesepian yang haus menemukan oase di padang pasir. Segera ku pelintir dalam-dalam trotel gas untuk melampiaskan hasrat yang selama ini telah terkekang.

Jalanan kota Pacitan yang lebar dan mulus ditambah lagi dengan keadaan yang sepi membuat saya tak ragu untuk merasakan power mesin yang sudah mengalami bore up. Jalan yang berkelok serta naik turun serasa jalanan milik sendiri. Bebas memacu Byson dengan agak sedikit kejam. Namun safety riding tetap diutamakan.

Jalanan yang mulus dan pemandangan yang indah kadang terlihat dikanan dan kiri, bahkan tak jarang aku melihat garis pantai dari kejauhan, terbesit di hatiku ''apakah ini yang dinamakan seven heaven?''. Sungguh indah ciptaan-Nya. Memang Indonesia adalah negeri yang indah, sudah terkenal sejak dahulu kala.

Dan akhirnya aku harus mengucap syukur karena aku telah sampai di kota seribu goa; Pacitan, dengan selamat. Alhamdulillah. (*)

Ikuti serial Serigala Kesepian yang lainnya:

Serigala Kesepian (Bagian 1)
Serigala Kesepian (Bagian 2)
Serigala Kesepian (Bagian 3)
Serigala Kesepian (Bagian 4)


*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab jenthikmanis.blogspot.com

***

Tulisan anda ingin dimuat di kolom OPINI ini? Silahkan hubungi kami.
Kami tunggu tulisan menarik anda.