SLEMAN - Terbunuhnya reporter Sun TV, Ridwan Salamun, saat menjalankan tugas peliputan di Tual membuat puluhan wartawan di Jogjakarta gerah. Kemarin (23/8), para wartawan di Kota Pelajar, menggelar aksi solidaritas di Bunderan UGM atas kematian Ridwan.
Dengan meletakkan berbagai atribut peliputan, seperti ID card, kamera, dan recorder, puluhan wartawan dari berbagai media (baik cetak maupun elektronik), melakukan perenungan atas kepergian Ridwan. Para wartawan menuntut agar polisi mengusut tuntas kasus kematian Ridwan.
"Selama ini, sudah banyak wartawan menjadi korban kekerasan. Mulai dari Udin yang kasusnya sudah 14 tahun tak ada kejelasan, lalu Prabangsa yang juga dibunuh karena pemberitaannya, dan terakhir Ridwan. Untuk Prabangsa alhamdulillah bisa diusut. Tapi untuk Ridwan ini jangan sampai kasusnya seperti Udin," ujar Koordinator Lapangan Mahadeva Wahyu Sugianto dari Seputar Indonesia.
Dikatakan, kekerasan sudah menjadi bagian dari wartawan dalam melakukan tugasnya. Hal ini, merupakan bagian dari peran wartawan melakukan fungsi demokrasi dan control sosial. Komitmen ini akan terus dibawa oleh aliansi wartawan dari DIJ.
Menurut Mahadeva, pengusutan atas terbunuhnya Ridwan terlalu lambat. Sebab, sudah tiga hari Ridwan meninggal dan polisi belum berhasil menemukan pelakunya. Padahal, dalam konflik yang diliput Ridwan, sudah jelas pelakunya berasal dari dua daerah yang berseteru di Tual.
Sementara itu Ketua Aliansi Jurnalis Independen Jogja Pito Agustin Rudiana menyatakan, media yang menaungi wartawan yang menjadi korban kekerasan, harus memberikan asuransi kecelakaan terhadap jurnalis. "Sudah berkali-kali kawan kita dipanggil Yang Maha Kuasa dalam tugas, dan tak ada asuransi kecelakaan yang dimiliki para jurnalis. Untuk itu media harus melindungi wartawannya dengan memberikan asuransi jiwa," teriaknya.
Terpisah, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIJ Rahmat Arifin menyatakan keprihatinannya atas kematian Ridwan. Menurutnya, kasus Ridwan ini menjadi momentum untuk meningkatkan status, harkat, dan martabat wartawan.
Sedangkan Tri Wahyu KH dari ICM menilai, dengan tidak tuntasnya kasus Udin hingga 14 tahun, efek jera terhadap kasus kekerasan wartawan tidak ada. Jika negara gagal melindungi wartawan dari kekerasan, berarti negara juga gagal dalam melakukan perlindungan HAM. (nis/din)(radarjogja.co.id/izzynetwork.co.cc)