27 January 2017

Plesiran di Desa Sendiri


Oleh : Iska Budiarto, Pecinta Alam


Sejak dulu Indonesia memang terkenal akan keindahanya alamnya dari Sabang sampai Merauke. Tak elak banyak turis yang datang untuk melihat keindahan alam Indonesia, mulai dari negeri di atas awan sampai dasar lautan. Mereka mengatakan Indonesia ini bak zamrud di khatulistiwa.

Seperti yang ada di desa saya, pun juga tak kalah indahnya jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian lain, bahkan luar negeri sekalipun.

Mulai dari bangun tidur saat membuka jendela alam sudah menyuguhkan tanaman dan tumbuhan yang hijau royo-royo, dengan hawa sejuk yang ditandai dengan embun pagi yang masih bergelayutan di dedaunan. Tak cukup disitu, burung-burungpun menyapa dengan kicauannya dan terbang kesana-kemari saling kejar-kejaran.

Mengawali aktivitas pagi hari sebagai "mapala" (mahasiswa paling lama), menatap kedepan tepat di utara disuguhkan pemandangan yang menakjubkan. Gunung Sumbing berdiri dengan gagahnya, yakni 3.371 meter diatas permukaan air laut. Seolah ia berkata "akupun tak kalah gagahnya dengan Gunung Fuji di Jepang". Hamparan sawah yang luas menjadi lumbung padi di kota kami.

Dan yang tak kalah penting kita tak boleh melupakan sejarah atau ''jas merah'' seperti pesan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.

Disepanjang jalan aspal yang sudah rusak karena kualitas aspal yang tidak bagus atau lapisan aspalnya cuma tiga milimeter. Dulunya terbentang memanjang bekas rel spoor (kereta api) peninggalan zaman Belanda yang sudah beralih fungsi menjadi sawah. Orang sekitar menamainya dengan nama ngeban atau tepak ban sepur (bekas rel kereta api). Saat itu berfungsi untuk menghubungkan daerah perkebunan tebu menuju ke kota.

Dulu (di masa kolonial Belanda), pernah didirikan sebuah Suikerfabriek atau dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan Pabrik Gula. Suikerfabriek Poerworedjo sendiri dibangun pada tahun 1909 oleh N.V.Suikeronderneming “Poerworedjo”, yaitu sebuah PT (Perusahaan Terbuka) yang dibentuk di Amsterdam (Belanda) pada tahun 1908. Tujuan PT tersebut tak lain adalah untuk mengusahakan berdirinya sebuah pabrik gula di Purworejo dengan menghabiskan modal 5 juta gulden yang terbagi dalam saham masing-masing lembar senilai 1000 gulden.

Pada saat itu orang Belanda berlomba lomba untuk mendirikan pabrik gula di Jawa sehubungan dengan adanya fasilitas berdasar Undang-Undang Agraria tahun 1870 dan juga mengingat kebutuhan gula di dunia meningkat sangat tajam. Dan hal itu jugalah yang memicu pertumbuhan pabrik gula di Jawa berkembang pesat hingga mencapai jumlah 180 pabrik pada akhir tahun 1920.

Saat itu, Indonesia (Jawa), --termasuk tempat disaat saya mengambil gambar ini-- menjadi salah satu pengeskpor gula terbesar di dunia bersama dengan Kuba. Namun kini telah menjadi sejarah dan tanah memanjang itu telah menjadi hamparan sawah.

Untuk melakukan plesiran atau wisata kita tak perlu jauh-jauh ke luar negeri, karena negeri ini sesungguhnya suwargaloka tempat dimana kita berkarya. Dan yang terakhir saya memuji kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan pusaka abadi nan jaya Indonesia yang selalu dipuja-puja bangsa.

Jadi, anda ingin melihat Gunung Sumbing dan merasakan atmosfir pedesaan di pagi hari? Barangkali tempat ini cocok untuk anda.(*)


*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab jenthikmanis.blogspot.com

***

Tulisan anda ingin dimuat di kolom OPINI ini? Silahkan hubungi kami.
Kami tunggu tulisan menarik anda.