26 January 2017

Mapala Membawa Petaka

Oleh : Iska Budiarto, Pecinta Alam



Di tengah maraknya pemberitaan meninggalnya anggota mapala yang diduga akibat kekerasan yang dilakukan oleh seniornya saat menjalankan latihan. Belum hilang sepenuhnya dalam ingatan publik kasus kekerasan yang terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Jakarta pada 10 Januari 2017. Seorang taruna tingkat 1 sekolah pelayaran itu, Amirulloh Adityas Putra (19) tewas dianiaya seniornya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, tiga mahasiswa UII meninggal dunia setelah mengikuti The Great Camping (TGC) Mapala UII di Tlogodringo, Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar, 14-22 Januari. TGC merupakan pendidikan dasar (diksar) bagi para anggota baru Mapala UII.

Tiga korban tewas itu adalah Muhammad Fadli (20), Syaits Asyam (19), Ilham Nurfadmi Listia Adi (20). Tragedi itu juga mengakibatkan puluhan peserta diklat lainnya mengalami luka-luka. Hingga kemarin, masih ada sepuluh mahasiswa UII yang dirawat di Jogja International Hospital (JIH). Diduga, ada tindak kekerasan selama diksar berlangsung.

Alih-alih mengikuti organisasi tersebut agar saya dapat mengetahui dan mengungkap fakta yang sebenarnya, saya justru lebih suka merawat kucing yang memang kucing adalah salah satu bagian dari alam yang memang patut untuk kita dicintai.

Tak bisa dipungkiri menjadi anggota mapala memang menjadi kegiatan yang positif. Mendaki gunung ataupun melewati lembah adalah salah satu kegiatan yang menjadi agenda rutin. Entah kegiatan bulanan, tahunan atau kapanpun bisa mereka kehendaki.

Namun apa jadinya jika dalam perekrutan anggota mapala harus menggunakan kekerasan, apalagi jika mengakibatkan kematian. Kekerasan oleh senior memang terjadi dimana-mana tak hanya dalam perekrutan anggota mapala kekerasan fisik terjadi. Di dalam sekolah yang berbau militerpun kerap terjadi kekerasan fisik oleh senior hingga mengakibatkan kematian, para preman diterminalpun melakukannya.

Jika mereka mengaku seorang mapala seharusnya mereka bisa menyeimbangkan kehidupan dan lebih menghargai kehidupan tanpa ada kekerasan oleh siapapun. Merekrut anggota, mendaki gunung dan melewati lembah adalah bagian kecil. Menebarkan salam, cinta kasih atau berdharma pada sesama adalah esensi yang sebenar-benarnya dari sang pecinta alam. (*)

*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab jenthikmanis.blogspot.com

***

Tulisan anda ingin dimuat di kolom OPINI ini? Silahkan hubungi kami.
Kami tunggu tulisan menarik anda.