Oleh :
Iska Budiarto, Pecinta Alam
Pulang ke Kampung Halaman
Sekian lama serigala mengembara jauh ke tempat yang tak dikenal. Rasa letihpun mulai menyelimuti. Terlihat dari raut muka yang lesu, muram karena jauh dari kampung halaman. Pun tak ada lolongan yang melengking.
Setelah menginap di tempat
Pak Lik yang tak lebih dari tiga hari. Karena memang itu anjuran bagi seoarang tamu agar tidak menginap terlalu lama. Hal ini akan merepotkan bagi
shohibul bait (tuan rumah). Bisa dibayangkan jika seorang tamu menginap lebih dari tiga hari dan shohibul bait harus memperlakukan tamu bagaikan seorang raja. Kan bisa blaik.
Persiapan perjalanan panjang yang akan aku lalui sudah aku persiapkan sejak awal. Seperti aktivitas yang sudah-sudah ketika akan melakukan perjalanan panjang bahkan solo turing sekalipun. Kali ini perjalanan yang akan aku tempuh sekitar 300 kilometer.
Aku lebih suka melakukan perjalanan saat pagi hari sekitar pukul 07:00. Perjalanan pada pagi hari lebih nyaman jika dibandingkan siang hari karena mentari belum bersinar terik. Perjalanan pada sore hari akan menyebabkan terbatasnya jarak pandang, hal ini akan memengaruhi keselamatan saat berkendara terlebih saat melakukan solo touring atau perjalanan tunggal.
Setelah berpamitan, segera aku tinggalkan Desa Satriyan, desa tempat Pak Lik bermukim. Memasuki jalan raya, hal pertama yang aku cari adalah pom
bengsin, tangki
selalu kuisi dengan pertamax (bengsin dengan RON92). Bensin jenis ini akan membuat pembakaran lebih sempurna mengingat kompresi mesin sudah meningkat.
Selanjutnya etape yang harus aku lalui adalah Blitar - Kediri. Petunjuk arah demi petunjuk arah aku ikuti. Sengaja tidak menggunakan GPS/
gugel mep/
gugel strit viyu. Karena tidak menggunakan bantuan GPS, hal yang sering terjadi adalah tersesat.
Penunjuk arah yang tidak selalu ada pada tiap persimpangan atau bahkan tertutup dahan pohon yang belum dipotong oleh pekerja DPU, ditambah dengan jalanan yang belum dihapal mengakibatkan tersesat hal ini yang sering aku alami saat perjalanan pulang kali ini. Namun ini justru hal yang sangat menyenangkan.
Fokus pada plang arah Kediri, akhirnya aku sampai juga di kota Canda Bhirawa: Kediri. Kota dengan luas 963,21 kilometer persegi. Kota yang memiliki banyak pondok pesantren, Ponpes Lirboyo adalah salah satunya.
Kota yang memiki berbagai catatan sejarah. Wilayah ini penah menjadi bagian dari berbagai kerajaan penting Pulau Jawa, mulai dari Kerajaan Medang, Kerajaan Kadiri atau Panjulu. Pemerintahan Raja Jayabaya adalah puncak kejayaan Kediri, pengaruhnya hingga Ternate.
Melintasi wilayah Kediri mengingatkan pada tanggal 13 Februari 2014. Pada hari itu terjadi letusan Gunung Kelud tepatnya pukul 22:50 yang erupsinya sampai kota Purworejo dan suara letusan konon terdengar sampai Solo dan Yogya yang berjarak 200 km dari Kediri. Dampak dari letusan ini sempat melumpuhkan Jawa, tujuh bandara ditutup, kerugian materi pun hingga milyaran rupiah.
Gunung yang menjadi sengketa antara Kediri dan Blitar ini juga menyimpan legenda yang menjadi kepercayaan sebagian masyarakat. Berdasarkan legenda yang dipercaya masyarakat setempat, Gunung Kelud terbentuk akibat penghianatan seorang putri yang bernama Dewi Kalisuci, putri Jenggolo Manik, pada dua orang raja yakni Lembu Sura dan Mahesa Sura.
Karena kecantikannya Lembu Sura dan Mahesa Sura bersaing untuk melamar Dewi Kalisuci. Namun Dewi Kalisuci enggan menerima keduanya karena mereka bukanlah manusia pada umumnya. Lembu Sura berkepala sapi dan Mahesa Sura berkepala kerbau.
Hingga akhirnya Dewi Kalisuci membuat sayembara yang sangat sulit untuk mereka berdua. Dewi Kalisuci menginginkan dua buah sumur di puncak gunung Kelud yang satu berbau wangi dan yang satu berbau amis. Dan pembuatan sumur ini harus dilaksanakan dalam satu malam.
Lembu Sura dan Mahesa Sura pun menyanggupinya. Dengan kesaktiannya sumur tersebut akhirnya dapat selesai dalam waktu yang telah ditentukan. Keberhasilan mereka ini tidak disukai oleh Dewi Kalisuci. Akhirnya Dewi Kalisuci membuat syarat tambahan dan merekapun menyanggupinya lagi. Mereka berdua harus masuk kedalam sumur tersebut untuk membuktikan bahwa sumur tersebut bernar-benar bebau amis dan wangi.
Dengan masuknya dua orang raja kedalam sumur tersebut, Dewi Kalisuci mempunyai niat yang tidak baik. Dewi Kalisuci memerintahkan pasukan Jenggala untuk segera menimbun sumur tersebut dengan bebatuan. Lembu Sura dan Mahesa Sura yang masuk kedalam sumur akhirnya tewas.
Namun sebelum Lembu Sura tewas ia sempat bersumpah disertai kutukan:
”Baiklah!! Besok orang-orang Kediri akan mendapat balasan yang setimpal dariku. Kediri akan menjadi sungai, Tulungagung akan menjadi danau, Blitar akan menjadi daratan”.
Berdasarkan legenda Lembu Sura maka masyarakat di lereng gunung Kelud secara rutin mengadakan tolak bala berupa larung sesaji pada tanggal 23 bulan Sura.
Lama menikmati perjalanan di Kota Kediri yang didominasi oleh jalanan lurus dan lebar, tugu perbatasan dengan kota selanjutnyapun terlewati. Nganjuk - Mejayan - Ngawi hingga Sragen tak terasa sudah terlewati.
Memang kalau motor sesuai dengan apa yang kata hati inginkan perjalanan sejauh apapun menjadi terasa dekat, perjalanan selama apapun menjadi terasa lebih cepat. Begitu pula dengan
gendakan yang tidak begitu cantik kalau sesuai dengan kata hati dan dapat menjadi tambatan hati akan terlihat
ayu (cantik) mempesona, bukan karena parasnya melainkan kesalihan yang dipancarkannya.
Memasuki kota Surakarta hati terasa tenang, perjalanan sebentar lagi akan usai. Motor terus kupacu walau badan sudah mulai kehabisan energi tapi tidak dengan motor yang sudah di
bore up dengan seher CB150. Power mesin masih terasa padat dan terus mengisi walau panas mesin terasa menyengat di betis.
Akhirnya badan yang letih memaksaku harus berhenti untuk memulihkan tenaga ketika sampai di Klaten, tepatnya daerah Prambanan. Istirahat disembarang tempat sudah menjadi kebiasaanku sebagai elit
mapala (mahasiswa paling lama).
Sampai di kota ini aku kembali mengalami
d’Javu setelah menyaksikan kemegahan candi Prambanan. Candi yang dibuat karna suatu syarat. Syarat yang diberikan oleh seorang wanita kepada seorang pria yang ingin mepersunting menjadi istrinya.
Lagi-lagi karena cinta pada kecantikan seorang wanita. Seorang pria rela melakukan apa saja walaupun syarat yang diajukan seorang wanita sangat berat dan tak masuk akal. Dan tentunya hal ini akan meninggalkan petaka.
Kala itu Bandung Bondowoso yang terus-menerus mengejar - ngejar dan
mbribiki Roro Jonggrang tak mengenal lelah dan membuat Roro Jonggrang yang tidak mau menerima Bandung Bondowoso mengajukan syarat jika ingin memilikinya. Roro Jonggrang menginginkan seribu candi yang dibuat dalam satu malam. Namun Bandung Bondowosopun menyanggupinya.
Dengan kesaktian yang dimiliki Bandung Bowoso dan bantuan bala tentaranya dari golongan makhluk gaib belum genap satu malam saja ia sudah dapat menyelesaika beberapa ratus candi. Melihat hal ini Roro Jonggrang tak bergeming dan berniat menggagalkan usaha Bandung Bondowoso.
Roro Jonggrang yang tidak mau dipersunting Bandung Bondowoso membangunkan para dayang dan petani untuk memukul lesung dengan tujuan agar ayam jantan berkokok dan ternyata ayam jantanpun berkokok.
Mendengar suara ayam jantan yang berkokok para bala tentara dari golongan makhluk gaib segera membubarkan diri. Mereka mengira hari sudah siang, dan akhirnya seribu candi yang diinginkan Roro Jonggrang gagal dibuat.
Mengetahui hal ini, Bandung Bondowoso yang merasa dikhianati kemudian mengutuk Roro Jonggrang menjadi patung untuk menggenapi 999 candi yang sudah berhasil dibuat Bandung Bondowoso.
Ada benarnya jika Roro Jonggrang menolak Bandung Bondowoso, karana ditangannyalah Prabu Boko ayah Roro Jonggrang tewas. Bagaimana mungkin Roro Jonggrang menikah dengan orang yang telah membunuh ayahnya itu.
Namun tidak dibenarkan juga kecurangan yang dibuat Roro jonggrang terhadap Bandung Bondowoso. Kecurangan bukanlah sifat ksatria.
Melihat dari dua legenda diatas sudah seharusnya jika dalam berkomitmen tak ada satu pun syarat yang diajukan oleh salah satu pihak. Syarat yang diajukan hanya akan memberatkan salah satu pihak. Komitmen adalah keputusan bersama dan dijalankan secara bersama oleh kedua pihak tanpa ada paksaan/intervensi dari pihak manapun.
Paksaan, intervensi dan penghianatan hanya akan menimbulkan luka dan petaka. Entah kenapa wanita selalu menimbulkan petaka. Atau para pria yang tidak bisa menahan nafsunya. Ini salah siapa. Ini dosa siapa. Mungkin salah keduanya. Benar adanya jika ada istilah
no women no cry. Istilah yang dipopulerkan oleh Bob Marley itu.
Wanita yang tidak tepat akan selalu menimbulkan petaka bagi para pria. Apalagi jika pria melihat wanita hanya dari kecantikan paras semata. Keindahan fana yang hanya sementara. Dan seharusnya wanita dinilai bukan karena parasnya, melainkan dinilai karena kesalihan yang ada pada hatinya. Hal yang sangat sulit untuk dapat mengetahuinya.
Saat hari mulai sore akupun terbangun dan kembali melanjutkan perjalanan. Saat ini kota
Yogya - Purworejo menjadi etape berikutnya.
Setelah sampai Yogya hatipun terasa damai. Kurasakan seperti berada di rumah sendiri. Orang - orang yang ramah bagaikan saudara sendiri. Jalanan yang sebagian aku hapal tidak membuatku pusing menentukan jalan mana yang harus aku lewati.
Berhasil menaklukkan jalanan yang buas selama 12 jam kubereskan motor dan bawaan. Membersihkan diri agar menjadi nyaman. Mengisi perut dengan makanan bergizi agar mengembalikan stamina yang terkuras. Hibernasi segera dimulai sampai batas yang tidak tentukan. (*)
Ikuti serial Serigala Kesepian yang lainnya:
Serigala Kesepian (Bagian 1)
Serigala Kesepian (Bagian 2)
Serigala Kesepian (Bagian 3)
Serigala Kesepian (Bagian 4)
*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab jenthikmanis.blogspot.com
***
Tulisan anda ingin dimuat di kolom OPINI ini? Silahkan
hubungi kami.
Kami tunggu tulisan menarik anda.