08 August 2010

Karya Maestro Sastra Jogja Diperdengarkan

Jogja - Taman Budaya Yogyakarta (TBY) kembali menyelenggarakan 'Gelar Karya Maestro Sastra 2010' di Concert Hall Gedung Societiet Taman Budaya Yogyakarta, pada Jumat-Sabtu (6-7/8) mendatang.

Kegiatan tahunan ini telah digelar kedua kali oleh Taman Budaya Yogyakarta sebagai upaya memberi spirit berkarya sastra kepada generasi muda sekaligus mendapatkan pelajaran tentang para maestro-maestro sastra yang ada atau mengembangkan dirinya di Yogyakarta.

Pada Jumat (6/8) lalu ditampilkan pembacaan karya sastra berupa puisi dan cerita pendek dari enam maestro sastra yaitu Kuntowijoyo, Nasjah Djamin, Linus Suryadi AG, Umar Kayam, Kirdjomuljo, dan Suryanto Sastroadmodjo yang dilakukan sastrawan muda, aktor teater, juga kelompok musik puisi seperti Evi Idawati, Andika Ananda, Sri Harjanto Said, Jogja Madrigal Voice dan Rumah Poetika.

Ketua panitia, Sri Eka Kusumaning Ayu mengatakan karya-karya yang ditampilkan dalam Gelar Karya Maestro ini dipilih tim yang terdiri dari ahli sastra seperti Suminto A Sayuti, Indra Tranggono, Landung Simatupang serta Dhanu Priyo Prabowo.

Eka menjelaskan karya-karya para maestro ini memiliki pengaruh pada kehidupan budaya masyarakat serta menginspirasi penciptaan seni sastra dan pengembangan bidang keilmuan sastra di Indonesia. Para sastrawan maestro ini mempunyai intensitas berproses dalam waktu panjang serta teruji secara sosial maupun budaya.

"Gelar Karya Maestro dilaksanakan untuk mengenalkan sekaligus menonjolkan keunggulan seni sastra di Yogyakarta, jua diharapkan menjadi pijakan pengembangan seni sastra selanjutnya," ujarnya.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, Djoko Dwiyanto mengatakan Gelar Karya Maestro yang diselenggarakan TBY ini merupakan jawaban dari adanya sinyalemen semakin berkurangnya intensitas kehidupan dunia sastra di Yogyakarta yang dilihat sementara pihak.

"TBY sebagai salah satu pihak yang berupaya memberikan penghargaan seni kepada maestro sastra. Upaya ini mendorong apresiasi masyarakat terhadapan cabang seni sastra," paparnya.

Pada pembukaan acara, dengan berorasi budaya, Emha Ainun Nadjib menganalogikan para maestro sastra yang akan dibacakan karya sastranya oleh para sastrawan muda Yogyakarta sebagai rajawali, mahkluk Tuhan yang mampu menangkap berbagai formulasi peradaban sehingga mampu menjadi manusia Yogyakarta yang istimewa.

Keistimewaan itu akan memuat dan menerbitkan kepantasan kepemimpinan nasional secara politik dan internasional secara kebudayaan. Hal itu akan mewujud atau tidak, Yogyakarta tidak pusing sebab de facto Yogyakarta tetap istimewa dan pemimpin.

"Kalau sejarah tidak menerimanya, maka kehancuran sejarah tidak akan mengurangi keistimewaan dan kepemimpinan kultural Yogyakarta," tuturnya.

Gelar Karya Maestro ini dikatakan Emha Ainun Nadjib sebagai menggelar karya para rajawali. Umar Kayam adalah sastrawan yang memelihara dan menjaga karakter bangsanya. Kuntowijoyo adalah ilmu mata rajawali sebenarnya. Nasyah Djamin adalah sastrawan serba bisa yang sanggup terbang sanggup pula melata.

"Linus Suryadi AG yang menyelam di lautan kemesraan dan estetika 'Jawi', Suryanto Sastroatmojo penjaga simpul tali sejarah dari Astinapura, Lemoria Atlantis, Anglingdharma Batik Madrim hingga Kemusu,” kata Emha merangkum kehebatan-kehebatan para maestro sastra itu dalam kalimat-kalimat singkat.

Seperti yang tertulis dalam booklet pementasan, Suryanto Sastroatmojo misalnya, dikenal sebagai sastrawan yang memperoleh julukan kamus Jawa berjalan atau perpustakaan berjalan. Karena hampir semua persoalanb kebudayaan dan sastra Jawa yang ditanyakan kepadanya bisa dijawab dengan gamblang.

gudeg.net