18 September 2014

Cerita Samsung: Meniru, Juara, lalu Mencipta

Tags


Sebagian perusahaan Korea Selatan berkembang dengan menjiplak produk perusahaan-perusahaan Jepang dan Amerika Serikat. Namun, dalam waktu singkat, ”sang penjiplak” mengalahkan kekuatan yang ditirunya. Ini cerita tentang periode "penjiplakan" di belakang capaian besar industri Korea, termasuk teknologi informasi.


Setiap Minggu pagi pada awal 1980-an, rombongan insinyur Jepang memenuhi pesawat komersial yang terbang dari Negeri Sakura ke Korea Selatan. Mereka bukan turis, melainkan para ahli semikonduktor Jepang yang didatangkan Samsung untuk mengajari para insinyur Korsel memperbaiki fasilitas produksi dan mereorganisasi pekerja teknis Samsung semikonduktor. Ini adalah sayap bisnis baru Samsung Electronics yang dikembangkan mulai 1974.

Rombongan insinyur Jepang itu hanya bekerja setengah hari. Pada Minggu sore itu juga, mereka pulang kembali ke negerinya. Di antara sesama insinyur Jepang, aktivitas setiap akhir pekan di Korsel itu sudah seperti rahasia umum. Namun, di antara mereka ada kesepakatan tidak tertulis: "Jangan pernah bertanya apa yang mereka lakukan di Korea!"

Kisah akhir pekan para insinyur Jepang itu disinggung dalam esai "Mari Berpikir Sebelum Kita Melihat Dunia" (1997) yang ditulis Lee Kun-hee, penerus bisnis perusahaan elektronik Samsung yang didirikan Lee Byung-chull.

DARI PEDAGANG SEMBAKO

Samsung pada awal pendiriannya, akhir 1930-an, hanyalah perusahaan lokal yang berbisnis sembako, seperti sayur-mayur, buah-buahan, gula, beras, dan ikan kering. Lalu, perusahaan itu mengembangkan bisnis terigu dan tekstil pada 1950-an.

Ketika Presiden Park Chung-hee menggulirkan program industrialisasi Korsel pada kurun waktu 1961-1979, Samsung beralih ke sektor manufaktur dan berfokus memproduksi peranti elektronik.

Samsung termasuk konglomerasi (chaebol) generasi pertama Korsel yang lahir dari rahim transformasi ekonomi Korsel bersama perusahaan lain, seperti LG, Hyundai, dan Posco. 

Perusahaan-perusahaan yang mendapat berbagai fasilitas khusus dari pemerintah pada awal masa transformasi ekonomi itu kemudian berubah menjadi perusahaan global. Kini, perusahaan-perusahaan tersebut menjadi motor penggerak utama perekonomian Korsel.


BISNIS SEMIKONDUKTOR

Awal 1980-an, Samsung Electronics sedang gencar-gencarnya mengembangkan bisnis semikonduktor. Pendiri Samsung yakin, bisnis semikonduktor akan menjadi primadona dan menentukan masa depan Korsel. 

Ketertarikannya bermula ketika perusahaan Jepang kesulitan mendapatkan semikonduktor selama krisis minyak. Tanpa pasokan komponen semikonduktor yang stabil, kegiatan produksi televisi dan kulkas di Jepang akan terhenti. Keyakinan Byung-chull makin teguh ketika ia berkunjung ke AS untuk melihat jalannya bisnis semikonduktor di sana.

Namun, menjadi produsen semikonduktor bukanlah perkara mudah. Pemimpin Samsung harus menerima kenyataan bahwa sumber daya manusia Korsel ketika itu belum siap 100 persen untuk menjalankan bisnis teknologi tinggi tersebut. Karena itulah, Byung-chull memutuskan untuk "mengimpor" para insinyur semikonduktor Jepang pada tiap akhir pekan.

"Kami (para insinyur Korsel) didorong untuk menyerap ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya dari para insinyur Jepang," kenang Park Sang-il, mantan Kepala Perencanaan Strategis dan Chief Technology Officer Samsung Electronics. Kini, Sang-il menjadi guru besar di Seoul National University for Sciences and Technology.


BERMULA DARI MENIRU

Di ruang kerja yang sedikit berantakan oleh kertas kerja dan peranti elektronik, awal September lalu, Sang-il menceritakan kisah bagaimana para insinyur Korsel "mencuri" ilmu dari insinyur Jepang.

"Kami meniru sepersis mungkin apa pun yang dibuat insinyur Jepang. Bahkan, saat itu ada kelakar, kalau kami masuk ke mobil insinyur Jepang dan menemukan makanan di dalamnya, kami pun harus meniru makanan tersebut," ujar Park lalu dia terbahak sendiri.

Sang-il lantas mengeluarkan benda seperti disket yang telah diurai. "Benda buatan Jepang seperti ini kami pereteli. Kami jiplak sepersis mungkin. Karena itu, kelemahan-kelemahan teknologi Jepang yang ada di disket seperti ini secara tak sengaja kami tiru juga," tuturnya. 

Sang-il kembali terbahak-bahak mengenang perjuangannya dan rekan-rekannya sesama insinyur dalam memahami dan menguasai teknologi canggih. Setelah insinyur Korsel pintar, lanjut Park, mereka memperbaiki kelemahan-kelemahan teknologi Jepang. Kemudian, mereka meriset ulang dan membuat produk sejenis yang lebih canggih.

Dengan cara itu, Samsung Electronics mengembangkan bisnis memori atau penyimpanan data elektronik. Produk andalannya, DRAM 256K, sukses di pasaran pada pertengahan 1987. Tak lama kemudian, Samsung menjadi pemimpin pasar memori sejak 1993 dan mempertahankan posisi setiap tahun selama hampir dua dekade.

Selanjutnya, langkah Samsung di bisnis elektronik kian kencang. Berbagai produk mereka produksi mulai dari televisi, penyejuk ruangan, hingga telepon pintar berbasis teknologi Android. Di pasar telepon pintar, Samsung kini menjadi pemimpin pasar.

"JUARA" LALU MENCIPTA

Dikutip dari AFP, 8 Juni 2014, Samsung saat ini menguasai 25,2 persen pasar telepon pintar dunia (74,3 juta unit), diikuti Apple 11,9 persen (35,1 juta), Huawei 6,9 persen (20,3 juta unit), Lenovo 5,4 persen (15,8 juta), dan LG 4,9 persen (14,5 juta). Sisanya, 39,3 persen (135,3 juta), dibagi-bagi kepada pemain lain. Data itu berdasarkan perhitungan hingga kuartal kedua 2014.

Laporan Forbes April 2014, pada 2013, Samsung Electronics menjual 314 juta telepon seluler ke pasar dunia. Mungkin salah satunya ada di tangan Anda.

Kisah perjalanan sukses Samsung Electronics itu terangkum dengan baik di Museum Pusat Inovasi Samsung yang terletak di area Samsung Digital City, Suwon. Di museum itu, kesuksesan Samsung dinarasikan dengan permainan teknologi multimedia dan desain nan canggih.

Kami berkunjung ke museum itu awal September, dan menyentuh sebuah bola besar dengan tangan. Tiba-tiba saja di dinding muncul gambar-gambar berikut penjelasannya oleh narator. Kami juga berjumpa dengan robot imut yang bolak-balik menyapu lantai. 

Semua yang tampak di museum ini bisa jadi tak pernah terbayangkan ada di toko pedagang sembako pada 1930-an—semacam Samsung—begitu juga segala kemajuan dan capaian Korea, sebuah negeri yang tercabik perang hingga pertengahan 1950-an itu.

CATATAN:
Tulisan ini merupakan cuplikan dari tulisan di harian Kompas edisi Selasa (23/9/2014) berjudul "Pedagang Sembako yang 'Menyetrum' Dunia",karya Budi Suwarna dan Hamzirwan.