21 July 2016

Amazing dan Perkara Mudik

Tags


Kalau kemarin saat arus balik kami menggunakan bus eksekutif. Lain halnya ketika saat kami mudik kemarin. Kami berencana menggunakan transportasi massal kereta api.

Saat itu, lebaran tinggal dua hari lagi. Pagi-pagi sekali saya mencari tiket secara offline maupun online. Hasilnya nihil. Tiket kereta jurusan Yogyakarta - Surabaya tak kunjung kami dapatkan karena semua angkutan sudah penuh. Rupanya dewi fortuna belum memihak kepada kami. Bagaikan "kembang tebu sing kabur kanginan". Asu.

Ini akan sangat ndrawasi dan mengkhawatirkan. Bahkan lebih mengkhawatirkan ketimbang isu tentang pro kontra Pokemon Go ataupun isu tentang mahasiswa Papua yang berdemo menuntut referendum di Yogyakarta kemarin.

Di situasi yang sangat sempit, kami memutuskan untuk mudik menggunakan mobil pribadi; atau bus eksekutif jurusan Yogyakarta - Surabaya.

Selepas waktu makan siang, saya iseng, mencoba menghubungi agen perjalanan. Ternyata masih ada sisa tempat duduk untuk perjalanan kereta menuju Surabaya. Tiket kereta api pun sudah di tangan.
Ini adalah perjalanan kesekian kalinya kami menggunakan kereta. Sudah lupa berapa kali, karena sudah sering naik kereta tujuan jarak jauh bahkan kereta lokal sekalipun.

Sialnya. Untuk perjalanan kali ini, baru setengah perjalanan Amazing agak sedikit rewel. Dia tidak betah duduk di tempat duduknya. Rupanya dia masih mengantuk tapi tidak bisa tidur.

Supaya ia tidak bosan, kami membawanya ke board desk (dekat pintu keluar masuk). Sebetulnya board desk ini tidak boleh untuk penumpang. Karena selain membahayakan keselematan, penumpang pasti akan kena teguran saat ada pemeriksaan.

Tapi apa boleh buat, di board desk inilah rengekan Amazing sedikit mereda, walaupun sesekali ia merengek, berteriak dan berontak untuk minta turun dari kereta karena bosan.

Benar saja, saat kami berada di board desk ada petugas keamanan sedang lewat. Kami pun ditegur oleh salah seorang petugas; polisi. Saya lupa namanya. Yang jelas ia masih muda.

Postur tubuh mas polisi itu biasa saja, bahkan tak lebih tinggi dari postur tubuh saya. Hanya saja ia lebih gagah, lantaran memakai seragam dan topi baret serta menenteng senapan laras panjang.

Beliau bertanya kepada kami. Kenapa kami berada di board desk. Dengan jawaban klise saya spontan menjawab.

"Rewel pak !!".

"Sebentar lagi kereta akan berhenti, nanti kamu turun cari oli di sekitar bawah gerbong kereta !!" Begitu kata mas polisi.

"Oli? Apa hubungannya oli dengan seorang anak yang rewel karena ngantuk?" Pikirku dalam hati.

Terbesit di pikiran saya, saya tidak akan melaksanakan perintah polisi itu. Sialnya, ia menunggui saya. Benar saja, kereta berhenti. Seketika saya di suruh untuk cepat-cepat turun. Beliau membukakan pintu.

Bajangkrek setan alas, saat saya di bawah, saya tidak menemukan tetesan bahkan bekas oli sekalipun di bawah kereta itu. Sirine stasiun sudah terdengar, tanda kereta akan segera melanjutkan perjalanan.

"Wes oleh oli hurung mas?" Polisi muda itu teriak kencang di atas pintu.

"Sik mas!!" Sahut saya keras.

Kereta sudah mulai bergeser dan berjalan pelan. Dengan panik saya mencari dan memegang apa saja yang terlihat basah dan lembab di bawah pintu.

"Ayo mas, rasah kesuwen!" Polisi itu berteriak lagi.

"Bajingan!!" Batinku dalam hati.

Seketika saya langsung naik menuju pintu. Sesuai arahan polisi muda itu, saya di suruh mengusapkan bekas oli yang ada di tangan saya itu di dahi Amazing. Tanpa basa basi saya laksanakan perintah polisi itu. Ketimbang saya di dor dengan senapan jenis FN yang di tentengnya.

Polisi dan rekannya itu seketika berlalu dan menjauh meninggalkan kami, untuk patroli ke gerbong berikutnya. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih.

Saat itu juga, rengekan bocah 16 bulan itu terhenti. Kami pun kembali ke tempat duduk.
"Manjur juga nasehat polisi itu menyuruh saya untuk mencari oli dan mengoleskannya di dahi Amazing". Pikirku dalam hati.

Disisi lain, saya baru menyadari, kalau saat di bawah tadi saya tidak melihat bahkan menyentuh oli sekalipun. Saya baru ingat, sesuatu yang basah dan lembab yang saya sentuh di bawah pintu itu ternyata pipa besi saluran toilet kereta api.
Asu !!

---
Pesan kepada bapak Ignasius Jonan. Sampeyan ini kan sudah berpengalaman sebagai Direktur PT. KAI, bahkan sekarang sudah jadi Menteri Perhubungan RI. Kalau saya boleh usul, mbok ya di rangkaian kereta itu di kasih satu gerbong khusus untuk permainan anak-anak. Seperti di sekolah PAUD atau TK itu lho pak. Kalau perlu di tambahkan juga gerbong atau bilik asmara. Sekali lagi ini cuma usul lho pak.
Asmara ndasmu kuwi mas !!

---
Catatan :
Tidak bermaksud rasis ataupun menyinggung suatu pekerjaan bahkan profesi serta jabatan seseorang.