29 October 2014

Jan Koum, CEO WhatsApp ini Dulunya Hanya Tukang Sapu

Kondisi perekonomian seseorang tidak serta merta menentukan masa depannya kelak. Tak jarang kondisi perekonomian yang tergolong miskin atau biasa-biasa saja, menjadi pemicu tekad untuk memperbaiki masa depan.

Cemoohan, pandangan sinis dan cibiran menjadi cambuk bagi segelintir orang yang berhasil menapaki jalan terjal kesuksesan. Modal tekad, ketabahan dan keberuntungan, orang-orang ini mampu merubah kemiskinan menjadi kekayaan.

Tercatat beberapa pengusaha besar dalam dan luar negeri mampu membuktikan keterpurukan ekonomi bukan penghalang untuk mencapai puncak kesuksesan dunia.

Jan Koum lahir 24 Februari 1976 adalah CEO dan pendiri WhatsApp bersama Brian Acton. WhatsApp merupakan aplikasi pesan bergerak yang diakuisisi oleh Facebook Inc. pada Februari 2014 dengan nilai USD 19 miliar. Koum dibesarkan di sebuah desa di luar Kiev, Ukraina. Ia pindah ke California bersama ibu dan neneknya tahun 1992. Saat ini Koum memegang 45 persen saham WhatsApp dengan nilai mendekati USD 7 miliar atau setara dengan Rp 83,92 triliun.



Uang USD 19 miliar yang dikeluarkan Facebook untuk akuisisi WhatsApp telah membuat nasib Jan Koum dan Brian Acton sebagai pendirinya berubah. Kini, kedua nama tersebut telah masuk jajaran miliarder terkaya dunia versi Forbes.

Seperti yang dilansir oleh First Post (5/3), Koum yang kini berusia 38 tahun dan Acton yang berusia 42 tahun boleh berbangga dengan status sosialnya saat ini. Menurut data Forbes, Koum sekarang adalah orang terkaya nomor 202 di dunia, sementara Acton nomor 551.



Posisi itu didapatkan Koum setelah mengalami peningkatan pendapatan sebanyak 45 persen setelah WhatsApp dijual. Sementara Acton juga mengalami peningkatan pendapatan hingga 20 persen.

Dengan hal ini, Koum pun jadi miliarder dengan aset USD 6,8 miliar. Sementara, Acton kekayaannya sebanyak USD 3 miliar.

Padahal, jika kita menengok ke belakang, nasib kedua orang ini sangat berbalik 180 derajat. Dulu, Koum adalah seorang imigram Ukraina yang sempat jadi tukang sapu dan hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara Acton sempat ditolak kerja di Facebook, dan Twitter namun tidak putus asa hingga akhirnya jadi miliarder sekarang ini.

Sumber