16 October 2014

Wakil Gubernur Panen Kedelai di Pituruh

Tags

Hasil penelitian, kandungan protein kedelai lokal lebih tinggi dibandingkan kedelai impor. Baik dari Brasil atau Amerika. Ironisnya, perajin tahu dan tempe enggan menggunakan produk negeri. Ini diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Tengah Drs Heru Sudjatmoko MSi di sela panen perdana kedelai di Desa Prapag Kidul, Pituruh, kemarin (15/10).

Photo : Hendri Utomo/Radar Jogja


Pada panen perdana tersebut, Wagub Heru Sudjatmoko didampingi Direktur Pascapanen Dirjen Tanaman Pangan Kementan RI Ir Pending Dadih Permana, Sekda Purworejo Drs Tri Handoyo, serta sejumlah pejabat dari Provinsi Jateng dan Kulonprogo. Wagub juga menyem-patkan diri berdialog dengan ratusan petani di Pituruh.

Heru menjelaskan, hasil penelitian kedelai varietas asli Indonesia me-miliki protein 41 persen. Sedangkan kedelai impor hanya 34 persen. ”Tapi sayang, perjain tempe atau tahu masih banyak yang pakai produk impor, padahal produksi Indonesia juga kualitasnya lebih bagus,” jelasnya.

Meski kualitas kedelai lokal lebih bagus, tidak bisa dipungkiri, para perajin lebih suka kedelai impor. Pertimbangannya tentu harga yang lebih murah dengan produktivitas kedelai luar negeri yang bagus, sehingga kedelai impor masif masuk Indonesia.

Sementara itu, produksi kedelai petani Indonesia belum mampu mencukupi seluruh kebutuhan perajin tempe dan tahu.”Berdasar perhitungan Kemen-terian Pertanian (Kementan) RI, kebutuhan kedelai selama setahun mencapai 2,3 juta ton untuk berbagai keperluan. Sementara produksi kedelai nasional per tahun, rata-rata 940 ribu ton,” imbuhnya.

Selisih yang tinggi antara kebu-tuhan dan produktivitas petani jadi celah para importir memasuk-kan barang dari luar negeri. Langkah ini mematikan petani lokal. Impor perlu dikendalikan dengan me-ningkatkan produksi petani lokal. Impor jangan dilanggengkan. Karena menyebabkan harga kedelai lokal jatuh dan menghilangkan semangat petani menanamnya.

”Kedelai komoditas pertanian yang strategis. Guna mengurangi ketergantungan impor kedelai, perlu kebijakan sinergis lintas sector, karena sebagus apapun kualitas produk, tanpa dukungan, tidak berkembang,” ucapnya.Kebijakan yang bisa diambil, di antaranya menggenjot produksi dan menciptakan varietas kedelai yang lebih baik. Selain itu, juga perluasan areal tanam.

”Masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan untuk budidaya kedelai. Jawa Tengah baru memiliki areal tanam 100 ribu hektare pada 2014,” katanya.Kepala Dinas Pertanian Peternakan Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Purworejo Ir Dri Sumarno menge-mukakan, hasil panen kedelai di Purworejo menurun dibandingkan 2013. Setiap hektare areal rata-rata menghasilkan 1,7 ton biji kering. Sedangkan 2013, mencapai 2 ton. Adapun areal panen kedelai diper-kirakan seluas 3.357,5 hektare dan terpusat di Pituruh.

Penurunan produksi lantaran faktor tanah yang belum siap ditanami kedelai dan kemarau panjang. Penurunan produksi terjadi pada program perluasan areal tanam (PAT), di mana lahan sebelumnya belum pernah ditanami kedelai. (tom/hes/ong)